Dulu ada seorang murid yang pintar sekali. Sayangnya, sudah beberapa kali ia gagal dalam ujian negara. Padahal, kelulusan ini adalah definisi sukses ia dan keluarganya.
Kemudian, pergilah ia ke gurunya. Sang guru, dengan kearifan yang diperoleh dari kebijaksanaan dan pengalaman sampai usia senjanya hanya tersenyum melihat muridnya datang dan berkeluh padanya.
“Saya sudah usaha maksimal, sudah doa juga. Tapi nggak dikabulkan terus, Guru. Saya sudah capai berdoa. Ngapain berdoa kalau ujungnya saya kecewa,” kata sang murid.
Alih-alih menanggapi keluhan murid kesayangannya, ia hanya tersenyum dan memberikan sebuah keranjang tua penuh tanah.
“Coba ambilkan aku air dengan keranjang ini ya, dari sungai di seberang sana, ” kata Sang Guru.
Sebagai murid yang berbakti pada gurunya, si murid pun bergegas melaksanakan perintah Si Guru. Dengan sedikit mbatin bin menggerutu tentunya menghadapi permintaan unik ini. Bagaimana tidak unik, mana mungkin mengangkut air dengan keranjang?
Hasilnya pun bisa ditebak. Setelah 1 jam bolak balik sungai ke pondok Sang Guru yang jaraknya 200 meter, gentong air sang Guru masih kosong. Si murid takberhasil.
“Apakah kau sudah lelah?”
“Bagaimana aku tidak lelah, Guru. Keranjang ini takmampu mengangkut air sedikitpun. Padahal aku sudah berkali-kali berusaha.”
“Ya, tapi coba lihat keranjangmu sekarang.”
Si murid memperhatikan keranjang penuh tanah yang digunakannya. Keranjang itu kini bersih seperti baru.
“Seperti itulah doa. Biarpun mungkin doamu belum terjawab dengan jawaban yang engkau inginkan, tapi berdoa akan membersihkan hatimu. Jika hatimu bersih, engkau akan semakin dekat dengan Tuhanmu. Bukankah pada akhirnya itu tujuan kita sebagai manusia? Apapun yang kita lakukan hanyalah ‘alat’ untuk PDKT dengan Tuhan.”
As retold by my husband.